Selasa, 07 Februari 2012

Uyo-Anu Boltim

-->
Uyo-Anu Boltim kini sedang menjadi sorotan masyarakat. Menurut bebrapa informasi banyak dari pada masyarakat yang berpendapat bahwa pemilihan Uyo-Anu Boltim hanyalah menghambur-hamburkan uang daerah saja, karena sejauh ini tidak ada pergerakan maupun inofasi-inofasi baru yang dilakukan oleh para duta daerah ini untuk memberi warna positif  terhadap pembangunan dan perkembangan kabupaten Bolaang Mongondow Timur khususnya dalam bidang pariwisata.

Namun sayangnya opini ini berkembang dimasyarakat tanpa ada pembanding, selama ini masyarakat hanya berpikir bahwa kesalahan ini diakibatkan dari para duta daerah ini sendiri, tidak sempatkah terlintas tanya dibenak pembaca sekalian tentang ‘apakah mungkin akar permasalahan ini bukan hanya dari para duta daerah ini melainkan juga dari manajemen mereka dalam hal ini dinas Pariwisata Boltim?’. Apa mungkin kemampuan masyarakat Boltim untuk melihat setitik cahaya kebenaran dalam masalah ini ikut padam sejalan dengan makin hematnya kabupaten Bolaang Mongondow Timur dalam hal penggunaan listrik? Semoga saja bukan itu jawabanya.

Mengetahui masalah ini rasanya kurang peka bila saya  tidak memberi seberkas pelita agar dapat di jadikan penuntun bagi masyarakat untuk nantinya  dapat menilai maupun mengakaji mengapa Uyo-Anu Boltim 2001 seolah mati, serta mampu menemukan jawaban tentang dimanakah letak kesalahan dari sikap diam Uyo-Anu Boltim 2011 selama ini.
Masuk lebih dalam lagi dalam masalah ini,  kami dari pihak Uyo-Anu hakekatnya bukan tidak mau menjalankan tugas kami selaku duta Boltim khususnya dalam bidang pariwista, namun bagaimana mungkin kami mampu menjalankan tugas serta memberikan yang terbaik untuk daerah ini sedangkan pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Perhubungan dan Pariwisata sering tidak memperdulikan. Bahkan mungkin agar lebih menambah nilai estetikanya kami mungkin bisa disebut “Duta Nafkah Aparat Pemerintah”. Mengapa saya berkata demikian, karena memang begitulah kami diperlakukan oleh manajemen kami. Salah satu pengalaman terburuk menjadi duta daerah ini waktu kami mendapat undangan pemilihan Boba-Bagi Bolsel. Pada mulanya pihak manajemen melalui kabid pariwisata menyatakan bahwa pihak dinas tidak akan memfasilitasi kami bila ingin menhadiri acara tersebut, setelah dikonfirmasi ternyata ada kesalahan dalam penulisan undangan yang oleh pihak dinas perhubungan dan pariwisata Bolsel ditujukan langsung kepada Uyo-Anu, sedangkan menurut kabid pariwisata Boltim undangan tersebut haruslah di alamatkan ke dinas perhubungan dan pariwisata bukan langsung ke Uyo-Anu. Setelah menghadap kepada bapak Bupati Boltim, akhirnya pihak dinas mau memfasilitasi dan kabid pariwisata bersedia untuk bersama-sama ke Bolsel. Namun sayang dalam rangka membawa nama baik dan eksistensi Boltim sejak kamis siang kami berangkat dari Boltim  dan jumat pukul 13.00 kembali lagi ke kabupaten yang sama, kami tidak diberi makanan dari manajemen kami. Meski memang kami diberi uang saku  yang mungkin sangat besar jumlahnya menurut pihak manajemen yaitu Rp. 25.000/orang dan uang itu pun diberikan ketika sudah dalam perjalanan pulang.

Dan untuk tetap menjaga eksistensi Boltim, kamipun tetap mengirim utusan-utusan dari Uyo-Anu untuk menhadiri undangan dari seluruh kabupaten/kota yang ada di Sulut, meskipun perjalanan tugas itu harus dijalankan dengan  mengunakan uang pribadi dari setiap utusan, padahal tidak pernah ada gaji khusus bagi kami.  Sepanjang saya mengerti yang saya tahu kabupaten inilah yang harus memberi  kami fasilitas dan tentunya dana tersendiri  untuk kami melaksanakan tugas sebagai duta daerah, bukan sebaliknya justru kami sekumpulan anak mudah yang harus bekerja mencari uang agar tetap dapat menjaga dan terus menghidupkan nama baik dari kabupaten Botim ini.

Tidak sampai disitu, kami yang seharusnya menjadi wakil Boltim dalam ajang pemilihan Nyong-Noni Sulut  tak mampu mengirimkan 1 utusan pun karena tidak mempunyai dana yang cukup dari pribadi masing-masing, karena seperti halnya dalam menghadiri undangan dari daerah lain dimana kami harus menggunakan dana pribadi  rupanya dinas juga bermaksud demikian dalam hal utusan/wakil Boltim ke pemilihan Nyong-Noni Sulut. Itu terbukti dari tidak ada perhatian dari pihak manajemen kami untuk bagaimana agar Boltim dapat mengirimkan utusan keajang yang mampu menambah wawasan dan pengalaman dari kami serta mungkin lewat ajang ini kami bisa memberikan sesuatu yang mampu mengangkat rating dari kabupaten ini. Namun kenapa pihak dinas pariwisata justru seperti acuh tak acuh terhadap masalah ini? Apa benar para pemimpin dari dinas pariwisata Boltim tidak ingin kabupaten ini mengukir prestasi di tingkat provinsi?dan apa benar sebagian besar pejabat di Kabupaten ini dalam bekerja hanya memikirkan bagaimana kemajuan dalam kesejahteraan hidupnya 1-5 tahun mendatang, dan tidak memikirkan tentang bagaimana dan akan sejauh mana Kabupaten ini mampu melangkah mengapai prestasi dan kesejahteraan dalam segala bidang.

Setelah ajang pemlihan Nyong-Noni berlalu dan hanya Boltimlah yang tidak mengirimkan utusannya, hal ini bila mampu kita artikan merupakan 1 nilai yang bersifat negatif dari  Gubernur Sulut kepada Bupati Boltim. Lalu apakah sang pemimpin kabupaten ini hanya akan tetap diam saja? Saya berharap bukan ‘ya’ jawabannya.

Merasa heran dengan ‘kematian ‘ para duta daerah ini karena tak  satupun yang mewakili Boltim di pemilihan Nyong-Noni,seseorang yang berprofesi sebagai seorang guru dan kebetulan beliau yang mengurus duta daerah ini (Uyo-Anu 2010) dalam pemilihan Nyong-Noni 2010. Beliau mencoba menanyakan tentang mengapa tidak ada utusan dari Boltim pada pemilihan 2011? Yang berarti kemunduran bagi bidang pariwisata, menangapi pertanyaan itu kabid pariwisata memberikan jawaban palsu sekaligus memfitnah kami (Uyo-Anu 2011) karena menurut jawaban kabid pariwisata justru kami lah yang tidak mau menjadi wakil Boltim dalam pemilihan Nyong-Noni 2011 padahal kami sudah diberikan uang sebesar Rp. 2.000.000.

Melalui tulisan ini saya ingin mengkonfirmasi berita pemberian sejumlah uang kepada kami yang sempat beredar luas dimasyarakat itu sama sekali tidak benar, kami tidak pernah menerima uang dari pihak dinas Pariwisata Boltim. Lewat tulisan ini pula saya menggambarkan jawaban dari sikap ‘diam’ kami Uyo-Anu 2011 selama ini. Tentunya pembaca sekalian mampu menarik satu kesimpulan dimana letak kesalahan ini,apakah semata-mata haya dari kami Uyo-Anu atau mungkinkah  pihak manajemen kami dalam hal ini dinas Pariwisatalah yang justru menjadi dalang permasalahan ini.

Sekadar kembali mengingatkan kepada pimpinan tertinggi di kabupaten Boltim  tentang masalah ini.
Karena setelah diketahuinya masalah ini,  mungkin masih banyak masalah yang jauh lebih penting sehingga seolah masalah ini tidak diperhatikan. Semoga kesibukan pimpinan kita tidak terlalu banyak menyita waktu Beliau, sehingga kira  mampu sedikit meluangkan waktu untuk membahas masalah ini. karena masalah ini bukan hanya tentang eksistensi Uyo-Anu Boltim 2011, namun juga eksistensi Boltim ditingkat provinsi dan tentunya nama baik bapak Bupati kita, baik ditingkatan kabupaten ini sendiri maupun ditingkat provinsi.


Ketika tidak ada yang mau memperhatikan kami (Uyo-Anu 2011) selain orang tua kami masing-masing, ketika banyak yang ingin bersuara tapi takut, ketika tidak sedikit kejujuran yang ingin disampaikan kepada pemimpin kabupaten Boltim ini namun tak kuasanya lidah bergerak mengurai kata melukis lisan, ketika diam menjadi lebih derita, aku pasrah dalam keterus terangan dan menanti undangan indah darimu wahai sang pemimpin.


Uyo Bolaang Mongondow Timur 2011.





1 komentar: