Uyo-Anu Boltim kini sedang menjadi sorotan masyarakat.
Menurut bebrapa informasi banyak dari pada masyarakat yang berpendapat bahwa
pemilihan Uyo-Anu Boltim hanyalah menghambur-hamburkan uang daerah saja, karena
sejauh ini tidak ada pergerakan maupun inofasi-inofasi baru yang dilakukan oleh
para duta daerah ini untuk memberi warna positif terhadap pembangunan dan perkembangan
kabupaten Bolaang Mongondow Timur khususnya dalam bidang pariwisata.
Namun sayangnya opini ini berkembang dimasyarakat tanpa ada
pembanding, selama ini masyarakat hanya berpikir bahwa kesalahan ini
diakibatkan dari para duta daerah ini sendiri, tidak sempatkah terlintas tanya
dibenak pembaca sekalian tentang ‘apakah mungkin akar permasalahan ini bukan
hanya dari para duta daerah ini melainkan juga dari manajemen mereka dalam hal
ini dinas Pariwisata Boltim?’. Apa mungkin kemampuan masyarakat Boltim untuk
melihat setitik cahaya kebenaran dalam masalah ini ikut padam sejalan dengan
makin hematnya kabupaten Bolaang Mongondow Timur dalam hal penggunaan listrik?
Semoga saja bukan itu jawabanya.
Mengetahui masalah ini rasanya kurang peka bila saya tidak memberi seberkas pelita agar dapat di
jadikan penuntun bagi masyarakat untuk nantinya
dapat menilai maupun mengakaji mengapa Uyo-Anu Boltim 2001 seolah mati,
serta mampu menemukan jawaban tentang dimanakah letak kesalahan dari sikap diam
Uyo-Anu Boltim 2011 selama ini.
Masuk lebih dalam lagi dalam masalah ini, kami dari pihak Uyo-Anu hakekatnya bukan tidak
mau menjalankan tugas kami selaku duta Boltim khususnya dalam bidang pariwista,
namun bagaimana mungkin kami mampu menjalankan tugas serta memberikan yang
terbaik untuk daerah ini sedangkan pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Perhubungan
dan Pariwisata sering tidak memperdulikan. Bahkan mungkin agar lebih menambah
nilai estetikanya kami mungkin bisa disebut “Duta Nafkah Aparat Pemerintah”.
Mengapa saya berkata demikian, karena memang begitulah kami diperlakukan oleh
manajemen kami. Salah satu pengalaman terburuk menjadi duta daerah ini waktu
kami mendapat undangan pemilihan Boba-Bagi Bolsel. Pada mulanya pihak manajemen
melalui kabid pariwisata menyatakan bahwa pihak dinas tidak akan memfasilitasi
kami bila ingin menhadiri acara tersebut, setelah dikonfirmasi ternyata ada
kesalahan dalam penulisan undangan yang oleh pihak dinas perhubungan dan
pariwisata Bolsel ditujukan langsung kepada Uyo-Anu, sedangkan menurut kabid
pariwisata Boltim undangan tersebut haruslah di alamatkan ke dinas perhubungan
dan pariwisata bukan langsung ke Uyo-Anu. Setelah menghadap kepada bapak Bupati
Boltim, akhirnya pihak dinas mau memfasilitasi dan kabid pariwisata bersedia
untuk bersama-sama ke Bolsel. Namun sayang dalam rangka membawa nama baik dan
eksistensi Boltim sejak kamis siang kami berangkat dari Boltim dan jumat pukul 13.00 kembali lagi ke
kabupaten yang sama, kami tidak diberi makanan dari manajemen kami. Meski
memang kami diberi uang saku yang
mungkin sangat besar jumlahnya menurut pihak manajemen yaitu Rp. 25.000/orang
dan uang itu pun diberikan ketika sudah dalam perjalanan pulang.
Dan untuk tetap menjaga eksistensi Boltim, kamipun tetap
mengirim utusan-utusan dari Uyo-Anu untuk menhadiri undangan dari seluruh
kabupaten/kota yang ada di Sulut, meskipun perjalanan tugas itu harus
dijalankan dengan mengunakan uang pribadi
dari setiap utusan, padahal tidak pernah ada gaji khusus bagi kami. Sepanjang saya mengerti yang saya tahu
kabupaten inilah yang harus memberi kami
fasilitas dan tentunya dana tersendiri
untuk kami melaksanakan tugas sebagai duta daerah, bukan sebaliknya justru
kami sekumpulan anak mudah yang harus bekerja mencari uang agar tetap dapat
menjaga dan terus menghidupkan nama baik dari kabupaten Botim ini.
Tidak sampai disitu, kami yang seharusnya menjadi wakil
Boltim dalam ajang pemilihan Nyong-Noni Sulut
tak mampu mengirimkan 1 utusan pun karena tidak mempunyai dana yang
cukup dari pribadi masing-masing, karena seperti halnya dalam menghadiri
undangan dari daerah lain dimana kami harus menggunakan dana pribadi rupanya dinas juga bermaksud demikian dalam
hal utusan/wakil Boltim ke pemilihan Nyong-Noni Sulut. Itu terbukti dari tidak
ada perhatian dari pihak manajemen kami untuk bagaimana agar Boltim dapat
mengirimkan utusan keajang yang mampu menambah wawasan dan pengalaman dari kami
serta mungkin lewat ajang ini kami bisa memberikan sesuatu yang mampu
mengangkat rating dari kabupaten ini. Namun kenapa pihak dinas pariwisata
justru seperti acuh tak acuh terhadap masalah ini? Apa benar para pemimpin dari
dinas pariwisata Boltim tidak ingin kabupaten ini mengukir prestasi di tingkat
provinsi?dan apa benar sebagian besar pejabat di Kabupaten ini dalam bekerja
hanya memikirkan bagaimana kemajuan dalam kesejahteraan hidupnya 1-5 tahun
mendatang, dan tidak memikirkan tentang bagaimana dan akan sejauh mana
Kabupaten ini mampu melangkah mengapai prestasi dan kesejahteraan dalam segala
bidang.
Setelah ajang pemlihan Nyong-Noni berlalu dan hanya
Boltimlah yang tidak mengirimkan utusannya, hal ini bila mampu kita artikan
merupakan 1 nilai yang bersifat negatif dari Gubernur Sulut kepada Bupati Boltim. Lalu
apakah sang pemimpin kabupaten ini hanya akan tetap diam saja? Saya berharap
bukan ‘ya’ jawabannya.
Merasa heran dengan ‘kematian ‘ para duta daerah ini karena
tak satupun yang mewakili Boltim di
pemilihan Nyong-Noni,seseorang yang berprofesi sebagai seorang guru dan
kebetulan beliau yang mengurus duta daerah ini (Uyo-Anu 2010) dalam pemilihan Nyong-Noni
2010. Beliau mencoba menanyakan tentang mengapa tidak ada utusan dari Boltim
pada pemilihan 2011? Yang berarti kemunduran bagi bidang pariwisata, menangapi
pertanyaan itu kabid pariwisata memberikan jawaban palsu sekaligus memfitnah
kami (Uyo-Anu 2011) karena menurut jawaban kabid pariwisata justru kami lah
yang tidak mau menjadi wakil Boltim dalam pemilihan Nyong-Noni 2011 padahal
kami sudah diberikan uang sebesar Rp. 2.000.000.
Melalui tulisan ini saya ingin mengkonfirmasi berita
pemberian sejumlah uang kepada kami yang sempat beredar luas dimasyarakat itu
sama sekali tidak benar, kami tidak pernah menerima uang dari pihak dinas
Pariwisata Boltim. Lewat tulisan ini pula saya menggambarkan jawaban dari sikap
‘diam’ kami Uyo-Anu 2011 selama ini. Tentunya pembaca sekalian mampu menarik satu
kesimpulan dimana letak kesalahan ini,apakah semata-mata haya dari kami Uyo-Anu
atau mungkinkah pihak manajemen kami
dalam hal ini dinas Pariwisatalah yang justru menjadi dalang permasalahan ini.
Sekadar
kembali mengingatkan kepada pimpinan tertinggi di kabupaten Boltim tentang masalah ini.
Karena
setelah diketahuinya masalah ini, mungkin masih banyak masalah yang jauh lebih
penting sehingga seolah masalah ini tidak diperhatikan. Semoga kesibukan pimpinan
kita tidak terlalu banyak menyita waktu Beliau, sehingga kira mampu sedikit meluangkan waktu untuk membahas
masalah ini. karena masalah ini bukan hanya tentang eksistensi Uyo-Anu Boltim
2011, namun juga eksistensi Boltim ditingkat provinsi dan tentunya nama baik
bapak Bupati kita, baik ditingkatan kabupaten ini sendiri maupun ditingkat
provinsi.
Ketika tidak ada yang mau memperhatikan kami (Uyo-Anu 2011)
selain orang tua kami masing-masing, ketika banyak yang ingin bersuara tapi
takut, ketika tidak sedikit kejujuran yang ingin disampaikan kepada pemimpin
kabupaten Boltim ini namun tak kuasanya lidah bergerak mengurai kata melukis
lisan, ketika diam menjadi lebih derita, aku pasrah dalam keterus terangan dan
menanti undangan indah darimu wahai sang pemimpin.
Uyo Bolaang Mongondow Timur 2011.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus