Kamis, 24 Januari 2013

Tugas Bahasa Indonesia "Pragmatik dalam Studi Linguistik "

Pragmatik dalam Studi Linguistik

Dalam pengajaran bahasa, seperti diungkapkan Gunarwan (2004:22) (dalam Quinz 2008) terdapat keterkaitan, yaitu bahwa pengetahuan pragmatik, dalam arti praktis, patut diketahui oleh pengajar untuk membekali pemelajar dengan pengetahuan tentang penggunaan bahasa menurut situasi tertentu. Dalam pengajaran bahasa Indonesia, misalnya, pengetahuan ini penting untuk membimbing pemelajar agar dapat menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan situasinya, karena selain benar, bahasa yang digunakan harus baik.


Seperti diungkapkan juga oleh Kridalaksana (2007:3) bahwa bahasa ialah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Dari pengertian tersebut dapat dijabarkan bahwa bahasa merupakan suatu sistem yang sistematis, artinya bahasa dapat diuraikan atas satuan-satuan terbatas yang terkombinasi dengan kaidah-kaidah yang dapat diramalkan. Di samping itu, bahasa juga sistemis yang bukan hanya merupakan sistem tunggal, melainkan terdiri atas beberapa subsistem, yakni subsistem fonologi, gramatika, dan leksikon. Di dalam subsistem tersebut dunia bunyi dan dunia makna bertemu, sehingga membentuk struktur yang di dalamnya terdapat konteks. Konteks mempengaruhi keserasian sistem suatu bahasa. Seperti yang diungkapkan Kushartanti dalam buku Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik (2007:104) konteks merupakan unsur di luar bahasa, dikaji dalam pragmatik.
Sebagai tataran terbaru dalam linguistik, pragmatik merupakan tataran yang turut memperhitungkan manusia sebagai pengguna bahasa.  Wijaya (1996:1) menyebutkan, berbeda dengan fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik yang mempelajari struktur bahasa secara internal, pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. Morris (Rustono 1999:1) sebagai pencetus pertama bidang kajian ini mengungkapkan bahwa pragmatik adalah cabang semiotik yang mempelajari relasi tanda dan penafsirannya.
Di dalam analisis linguistik struktural, pembahasannya menekankan pada struktur, atau bentuk formal bahasa. Suatu kalimat dianalisis dengan mengamati yang mana subyek dan predikat dalam kalimat tersebut. Bagian yang berupa subyek dapat dipilah-pilah lagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, demikian juga dengan predikatnya. Dan bagian-bagian tersebut masih dapat dipilah lebih lanjut dan diteruskan sampai ke bagian yang paling kecil seperti klausa, frasa, kata, morfem, bahkan fonem. Dalam analisis tersebut, konteks pemakaian kalimat tidak ikut diperhitungkan.
Contoh kalimat:
Bisa menutupkan pintu itu?
Dilihat dari segi bentuknya, kalimat tersebut merupakan kalimat interogatif, tetapi dari segi fungsinya kalimat tersebut tidak dimaksudkan untuk menanyakan tentang kemampuan (bisa tidaknya) orang yang diajak bicara. Dari segi fungsinya kalimat tersebut bermakna perintah (secara tidak langsung). Makna yang sama dapat juga diutarakan dengan konstruksi imperatif sehingga menjadi kalimat berikut ini.
Tutup pintu itu!
Tentu saja konteksnya menjadi lain pula. Dengan mengamati bentuk suatu perintah menggunakan konstruksi imperatif dan kapan perintah itu menggunakan konstruksi interogatif, maka akan terlihat perbedaan yang berhubungan dengan siapa dan kepada siapa kalimat tersebut diucapkan.
Konteks menjadi patokan utama dalam analisis pragmatik, sehingga dalam analisis pragmatik dibahas tentang hal-hal sebagai berikut:
1.    Suatu satuan lingual dapat dipakai untuk mengungkapkan sejumlah fungsi di dalam komunikasi.
2.    Suatu fungsi komunikatif tertentu dapat diungkapkan dengan sejumlah satuan lingual.
Salah satu kecenderungan yang melatarbelakangi berkembangnya pragmatik adalah antisintaksisme Lakoff dan Ross yang mengungkapkan bahwa keapikan sintaksis (Wellformednes) bukanlah segalanya. Sebab seperti yang sering kita jumpai komunikasi tetap berjalan dengan penggunaan bentuk yang tidak baik secara sintaksis (ill-formed), bahkan semantik (Gunarwan 2004: 6 dalam Quinz 2008). Dalam ranah sintaksis, seperti dikemukakan oleh Yule (dalam Quinz 2008), dipelajari bagaimana hubungan antarbentuk linguistis, bagaimana bentuk-bentuk tersebut dirangkai dalam kalimat, dan bagaimana rangkaian tersebut dapat dinyatakan well-formed secara gramatikal. Secara umum, sintaksis tidak mempersoalkan baik makna yang ditunjuknya maupun pengguna bahasanya, sehingga bentuk seperti kucing menyapu halaman, meskipun tidak dapat diverifikasi secara empiris, tetap dapat dinyatakan apik secara sintaksis.
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan bahasa tidak semata-mata didasarkan atas prinsip well-formed dalam sintaksis, melainkan atas dasar kepentingan agar komunikasi tetap dapat berjalan. Lebih tepatnya, bahasa digunakan oleh masyarakat tutur sebagai cara para peserta interaksi saling memahami apa yang mereka ujarkan. Atas dasar ini, pertama, dapat dipahami, dan memang sering ditemukan, bahwa komunikasi tetap dapat berjalan meskipun menggunakan bahasa yang tidak apik secara sintaksis. Kedua, demi kebutuhan para anggota masyarakat tutur untuk mengorganisasi dan memahami kegiatan mereka, selain tata bahasa, makna juga merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam analisis bahasa. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa perbedaan utama antara sintaksis dan pragmatik, sekaligus menyatakan pentingnya studi pragmatik dalam linguistik, terletak pada makna ujaran dan pada pengguna bahasa.

Makna dalam Semantik dan Pragmatik
Semantik membahas tentang makna ujaran yang dituturkan. Berdasarkan truth conditional semantics, untuk dapat dinyatakan benar, sebuah pernyataan harus dapat diverifikasi secara empiris atau harus bersifat analitis. Dengan demikian, bentuk kucing menyapu halaman adalah bentuk yang tidak berterima secara semantis, karena tidak dapat diverifikasi secara empiris dan bukan termasuk pernyataan logika. Namun demikian, pembahasan makna dalam semantik belum memadai, karena masih mengabaikan unsur pengguna bahasa. Dengan kata lain, untuk menjelaskan fenomena pemakaian bahasa sehari-hari, di samping sintaksis dan semantik, dibutuhkan juga pragmatik yang mengkaji hubungan antara struktur yang digunakan penutur, makna apa yang dituturkan, dan maksud dari tuturan. Kegunaan pragmatik yang tidak terdapat dalam sintaksis dan semantik, dalam hal ini ditunjukkan, misalnya bagaimana strategi kesantunan mempengaruhi penggunaan bahasa, bagaimana memahami implikatur percakapan, dan bagaimana kondisi yang memungkinkan bagi sebuah tindak-tutur.
Selanjutnya, untuk melihat kedudukan pragmatik dalam linguistik, bisa dilihat dari perbedaan antara semantik dan pragmatik. Pertama, semantik mengkaji makna (sense) kalimat yang bersifat abstrak dan logis, sedangkan pragmatik mengkaji hubungan antara makna ujaran dan daya (force) pragmatiknya; dan kedua, semantik terikat pada kaidah (rule-governed), sedangkan pragmatik terikat pada prinsip (principle-governed). Dengan kata lain, semantik mengkaji makna ujaran yang dituturkan, sedangkan pragmatik mengkaji makna ujaran yang terkomunikasikan atau dikomunikasikan. Selanjutnya, kaidah berbeda dengan prinsip berdasarkan sifatnya. Kaidah bersifat deskriptif, absolut atau bersifat mutlak, dan memiliki batasan yang jelas dengan kaidah lainnya, sedangkan prinsip bersifat normatif atau dapat diaplikasikan secara relatif, dapat bertentangan dengan prinsip lain, dan memiliki batasan yang bersinggungan dengan prinsip lain.
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa kaitan antara pragmatik dan pengajaran bahasa adalah dalam hal kompetensi komunikatif yang mencakup tiga macam kompetensi lain selain kompetensi gramatikal (grammatical competence), yaitu kompetensi sosiolinguistik (sociolinguistic competence) yang berkaitan dengan pengetahuan sosial budaya bahasa tertentu, kompetensi wacana (discourse competence) yang berkaitan dengan kemampuan untuk menuangkan gagasan secara baik, dan kompetensi strategik (strategic competence) yang berkaitan dengan kemampuan pengungkapan gagasan melalui beragam gaya yang berlaku khusus dalam setiap bahasa.

Daftar Pustaka
Kushartanti. 2007. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta:
            PT Gramedia Pustaka Utama
Quinz. Pragmatik Sebuah Kajian Awal. Gaudi1529.blogspot.com/2008/05 /pragmatik-sebuah-kajian-awal.html(accessed03/11/09)
Rustono. 1999. Pokok- Pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press
Wijaya, Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Penerbit Andi
Sumber    :     http://www.belajarindonesia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar